Anggota DPRP Papua Barat Daya Soroti Perilaku Bejat Pejabat dan Aparat: “Tanah Masyarakat Adat Dihabisi, Orang Asing Dibelanya!”

Mentreng.com  |  Sorong, Papua Barat Daya – Pernyataan mengejutkan sekaligus menampar nurani bangsa datang dari Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi (DPRP) Papua Barat Daya, Roberth George Yulius Wanma, S.E., wakil dari jalur Otonomi Khusus utusan masyarakat adat Kabupaten Raja Ampat. Dengan nada penuh keprihatinan dan kemarahan, Roberth menyoroti perilaku sejumlah pejabat dan aparat negara yang disebut telah menggadaikan integritasnya kepada pemodal asing demi segepok rupiah, mengorbankan hak-hak masyarakat adat Papua di atas tanah leluhurnya sendiri.

Dalam video berdurasi singkat yang diunggah pada Rabu (28/5/2025) di kanal Wilson Lalanke Official : https://youtu.be/bmjIWQ3YnR4, Roberth secara terbuka mengecam oknum pejabat, BPN, aparat keamanan, dan hakim pengadilan yang diduga kuat menjadi bagian dari praktik perampasan tanah masyarakat adat secara sistematis.

“Pejabat, aparat, BPN, hakim-hakim kita hari ini tidak lagi membela masyarakat asli Indonesia. Mereka dengan mudah dibeli oleh orang asing,” tegasnya.

Salah satu sorotan Roberth adalah figur bernama Paulus George Hung alias Ting-Ting Ho alias Mr. Chi, warga negara Malaysia berusia 73 tahun, yang diduga leluasa menguasai tanah masyarakat adat di Papua Barat Daya melalui kekuatan modal. Roberth menyebut bahwa aksi pencaplokan tanah oleh orang asing seperti ini tak mungkin terjadi tanpa dukungan oknum aparat dan pejabat lokal.

“Kita sebagai pemilik negeri ini malah disingkirkan. Hak-hak kita dihilangkan, tanah kita dijual diam-diam. Tapi orang asing—yang jelas-jelas bukan bagian dari republik ini—dibelanya mati-matian,” lanjut Roberth.

Ia juga menuding bahwa para pemangku kekuasaan di sektor pertanahan dan hukum lebih tunduk pada uang daripada pada konstitusi yang melindungi hak masyarakat adat atas tanah ulayatnya.

Pernyataan Roberth memperkuat desakan dari masyarakat adat dan organisasi masyarakat sipil yang selama ini mencurigai keberadaan mafia tanah terorganisir di wilayah Papua Barat Daya. Berbagai kasus sengketa tanah kerap diselesaikan secara tidak adil, dengan manipulasi dokumen, tekanan aparat, dan keputusan pengadilan yang memihak kepentingan pemodal.

Kondisi ini menciptakan ketimpangan hukum yang sangat mencolok—warga asli yang telah hidup turun-temurun justru tersingkir oleh mereka yang baru datang dengan uang dan koneksi.

Roberth Wanma menyerukan agar rakyat Papua Barat Daya bangkit mempertahankan hak-hak mereka. Ia juga meminta agar negara tidak tinggal diam terhadap kejahatan yang secara nyata menggerogoti kedaulatan tanah Papua.

“Jangan kita biarkan mereka yang datang dari luar seenaknya mengatur negeri ini. Ini tanah leluhur kita. Kita harus lawan! Negara tidak boleh diam,” serunya dengan lantang.

Ia juga mendesak Presiden Republik Indonesia dan jajaran pemerintah pusat untuk segera mengaudit total BPN, mengevaluasi kinerja aparat penegak hukum, serta menyapu bersih oknum-oknum yang menjual negara untuk kepentingan asing.

Pernyataan Roberth telah viral dan memicu reaksi luas, khususnya di kalangan aktivis agraria dan masyarakat adat Papua. Beberapa LSM bahkan sudah mulai menyusun laporan resmi untuk diajukan ke Komnas HAM, Ombudsman RI, dan Kementerian ATR/BPN.

Mereka menuntut agar proses perampasan tanah segera dihentikan dan dilakukan pemulihan hak atas tanah ulayat yang sah milik masyarakat adat, serta mendesak pemberantasan mafia tanah dari akar hingga ke pucuknya.

Roberth George Yulius Wanma bukan sekadar menyampaikan kritik; ia menyuarakan kegelisahan kolektif rakyat Papua yang selama ini merasa menjadi warga kelas dua di negeri sendiri. Pernyataannya menjadi peringatan keras bahwa bila negara terus berpihak pada pemodal asing, maka lambat laun Papua bukan lagi rumah bagi anak-anak aslinya.

Saatnya pemerintah membuktikan bahwa kedaulatan Indonesia tidak bisa dibeli—bahwa tanah Papua bukan komoditas, tapi warisan yang harus dijaga. (SAD/Red)

Editor: Syarif Al Dhin
Sumber Video: Wilson Lalanke Official – Pernyataan Roberth G.Y. Wanma, S.E.

Pos terkait