Benturan Peradaban Dapat Diredam Oleh Pemahaman dan Kesadaran serta Kecerdasan Spiritual

Mentreng.com  |  Banten – Kemampuan spiritual Rahib Buhaira seperti yang termuat dalam buku Sirah Nabawiyah –Sejarah Hidup Nabi Muhammad — yang disusun Syaikh Shafiyurahmsn Al Mubarakfuri, Pustaka Azzam, 2019 jelas menyebutkan kesaksian ketika Abu Thalib membawa Muhammad pada usianya yang masih belum dewasa untuk ikut berdagang ke negeri Syam, sempat singgah di Bashra. Ketika itu, sang Rahib yang terkenal sebagai seorang yang suka menyepi di dalam rumah ibadahnya merasa penting dan perlu untuk menyambangi rombongan Abu Thalib yang singgah untuk mengaso guna memulihkan rasa capek dan penuh setelah jauh berjalan. Sang Rahib yang memiliki nama asli Jarjis ini serta merta menghampiri rombongan Abu Thalib dan terus mendatangi Muhammad seraya memegang tangan Muhammad sambil.berkata: “Inilah Penghulu seluruh alam semesta. Inilah utusan Tuhan untuk alam semesta. Allah akan mengutusnya sebagai rahmat bagi alam semesta” ujar sang Rahib, tanpa bimbang dan ragu. Kendati sebelumnya tidak pernah berjumpa Muhammad.

Pernyataan Rahib Buhaira ini langsung mengundang pertanyaan dari Abu Thalib sebagai ketua rombongan yang juga pemuka kaum Qurais. “Bagaimana mungkin kau tahu tentang itu”, kata Abu Thalib mengajuk dengan penuh keheranan. Maka Rahib Buhaira pun menjawab dengan jelas dan singkat.”Ketika kalian muncul dari arah perbukitan, tidak satu pun dari bebatuan atau pun pohon yang tidak bersujud kepada seorang Nabi”, kata Rahib Buhaira menjelaskan. “Karena sesungguhnya aku dapat mengetahuinya melalui stempel kenabian yang terdapat pada bagian bawah tulang rawan pundaknya yang berbentuk seperti apel”, ujar Rahib Buhaira menjelaskan.

“Sesungguhnya, kami mengetahui berita ini dari kitab-kitab suci kami” imbuh Rahib Buhaira sambil mengajak rombongan Abu Thalib untuk menikmati perjamuan yang telah dia sediakan secara khusus untuk rombongan pedagang yang dipimpin oleh Abu Thalib ini

Dalam kesempatan menikmati perjamuan dari Rahib Buhaira inilah dia mengajukan usulan agar Abu Thalib tidak membawa serta Muhammad dan mau memulangkan keponakannya itu ke Mekkah, agar kelak di negeri Syam tidak mendapat perlakuan yang tidak baik dari orang-orang yang berada di negeri Syam itu, karena Rahib Buhaira memahami persis tabiat dari perangai orang-orang Romawi dan Yahudi yang ada di negeri Syam.

Sebagai paman yang sangat menyayangi Muhammad, maka saran sang Rahib itu pun dia penuhi untuk segera mengirimkan Muhammad bersama sebagian dari anak-anaknya sendiri kembali ke Mekkah. Jadi jelas tanda-tanda kenabian Muhammad sudah dapat ditandai secara jelas dengan kemampuan spiritual yang tinggi seperti yang dimiliki Rahib Buhaira.

Kecerdasan dan kemampuan dari spiritual yang dimiliki Rahib Buhaira ini mengingat bahwa jauh sebelum jaman Nabi Muhammad resmi menyandang gelar nabi dan jauh sebelum dinyatakan sebagai Rasul Allah, kecerdasan dan kemampuan spiritual sudah ada dan terus berkembang hingga masa para wali hadir di Nusantara setelah sekian abad kemudian. Lantas mengapa pada bagian abad berikutnya kemampuan dan kecerdasan spiritual terkesan mandek dan mampet ?

Agaknya kondisi yang memburuk selama ini memiliki keterkaitan yang cukup signifikan dengan kekalahan sosialisme yang terlibas hingga tidak berkutik dibawah pengaruh kekuasaan kapitalisme yang terus beranak pinak hingga menurunkan generasinya yang terbaru seperti neo liberal. Sehingga banyak orang menyembah banyak hal yang berwujud material, bukan yang lebih bersifat spiritual.

Kisah tentang Rahib Buhaira dan Abu Thalib yang memboyong anak dan keponakanya yang bernama Muhammad pada beberapa abad silam itu pun tak pernah menjadi topik kajian. Bagaimana misalnya kecerdasan spiritual sang Rahib serta kebaikan hatinya untuk menyediakan perjamuan kepada serombongan pedagang yang belum pernah dia kenal sebelumnya.

Kebaikan hati sang Rahib ini pun tidak hanya sebatas perjamuan semata, tetapi sikap dan sifatnya yang sangat simpatik dan penuh perhatian — meski berbeda agama maupun keyakinan — memberi saran untuk keselamatan Muhammad yang telah dia ketahui akan menjadi manusia yang istimewa di alam raya ini.

Setidaknya dari sosok sang Rahib yang sangat mengesankan tulus dan ikhlas itu, menandai bahwa kecemburuan yang berdasarkan sikap dan sifat sentimen keagamaan itu tidak tidak perlu dan tidak penting dilakukan, lantaran semuanya jauh berada dibawah nilai-nilai yang lebih sakral dari dan atas nama kemanusiaan.

Sesungguhnya di dalam agama atau keyakinan asli suku bangsa nusantara yang otentik berpijak pada nilai-nilai keluhuran manusia, nilai-nilai keindahan dan kelestarian alam yang terjaga serta keagungan Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta. Keyakinan serupa ini dapat dipahami dari laku spiritual serta kepercayaan suku bangsa Nusantara — seperti Sunda Wiwitan dan agama asli Suku Bugis Makassar — yang tersirat maupun tersurat dalam Kitab Ila Galigo yang sangat dahsyat itu, sehingga mengundang decak kagum Unesco untuk mencatatnya sebagai warisan peradaban dunia yang tiada duanya di dunia.

Atas dasar inilah tampaknya Pemimpin Spiritual Nusantara, Sri Eko Sriyanto Galgendu yakin bahwa gerakan kebangkitan kesadaran dan pemahaman spiritual dapat dimulai dari Indonesia yang kelak akan menjadi pusat kajian dan pengembangan spiritual yang mampu membangun peradaban baru manusia di abad milenial sekarang ini. Sebab kesadaran dan kecerdasan spiritual — sebagai penjaga juga sekaligus sebagai pengasuh etika, moral dan akhlak manusia — dapat diandalkan menjadi peredam dari benturan peradaban yang tidak perlu dan tidak ajlkan memberi manfaat bagi kemaslahatan manusia di dunia maupun di akherat. (Jacob Ereste)

Banten, 11 November 2024

Print Friendly, PDF & Email

Pos terkait