By : Jacob Ereste
Memburuknya kondisi ekonomi Indonesia ditandai tutupnya sejumlah pabrik tekstil, karena kalah bersaing dengan produk impor yang murah membanjiri pasar lokal. Sejumlah pabrik tekstil yang melakukan efisiensi dengan cara mengurangi jumlah karyawan pun sudah tidak terbilang jumlahnya. Bahkan usaha dalam bentuk lain yang berada diserang pabrik tekstil pun tak kalah banyak yang ikut berguguran. Bangkrut alias failed.
Suana yang tidak kalah miris seperti ditunjukkan oleh sejumlah pengusaha yang riuh pula menjual atau menjajakan asetnya seperti yang tampak tertulis di depan gedung, ruko (rumah toko) dengan plang tertulis “dijual”. Begitu juga maraknya showroom kendaraan bermotor yang menjajakan beragam macam kendaraan dengan harga miring di bawah standar, sehingga lebih meyakinkan daya beli masyarakat sedang anjlok pada titik terendah.
Lalu pemerintah pun merilis sejumlah Bank yang ditutup hingga September 2024 yang terus bertambah. 15 bank yang bangkrut dan telah ditutup itu diantaranya adalah PT. BPR Nature Primadana Capital, PT. BPR Sumber Artha Waru Agung, PT. BPR Lubuk Raya Mandiri, PT. BPR Bank Jepara Artha, PT. BPR Dananya, PT. BPR Saka Dana Mulya, PT. BPR Bali Artha Anugrah, PT BPR Sembilan Mutiara, PT. BPR Aceh Utara, PT. BPR EDC Cash, Perumda BPR Bank Purworejo, PT.BPT Madani Karya Mulia, PT BPRS Mojo Artho Kota Mojokerto, PT. BPR Bank Pasar Bhakti dan Koperasi BPR Wijaya Kesuma.
Sedangkan pabrik yang dinyatakan bangkrut diantaranya adalah PT. Pandanarum Kenanga Textile (Panamtek) Pekalongan, PT. Cahaya Timur Garmindo (CTG), Pemalang. Selain itu diinformasikan juga PT. Alenatex di Jawa Barat, PT. Dupantex, PT. Kusumahadi Sentosa, PT. Kusumaputra Santosa, PT. Pamor Spinning Mills dan PT. Sai Apparel di Jawa Tengah.
Alasan yang lebih masuk akal tutupnya sejumlah pabrik tekstil di Indonesia ini akibat perusahaan kalah bersaing dengan produk impor yang lebih murah (dan mungkin juga lebih berkualitas), menurunnya order, serta sulitnya mendapatkan bahan baku karena krisis global dan krisis regional yang cukup parah. Kecuali itu, Permendag No. 8/2024 sebagai perubahan ketiga dari Permendag No. 36/2023 dianggap menjadi penyebab utama banyaknya jumlah pabrik tekstil yang berguguran. Regulasi yang memperlonggar arus impor untuk sandang dan sejenisnya juga menekan pihak pengusaha lokal jadi semakin tidak berdaya. Produk impor yang membanjir di Indonesia bisa dilihat dari data impor tekstil yang tercatat sebesar 206,3 ribu ton pada Januari 2024. Lalu 136,36 ribu ton pada April 2024. Meningkatnya nilai impor ini sejak diberlakukannya Permendag No. 36/2023 yang ditandai dengan nilai impor pada bulan berikutnya sebesar 194,87 ribu ton tekstil masuk ke Indonesia.
Presiden Joko Widodo justru mewanti-wanti sebanyak 85 juta pekerjaan akan hilang pada tahun 2025, akibat meningkatnya otomatisasi dan adanya artificial intelligence yang mengambil alih berbagai berbagai bentuk pekerjaan di dalam berbagai sektor pekerjaan. Tak ada tawaran jalan keluar. Bahkan meyakinkan semua negara — tentu saja termasuk Indonesia — mengalami kesulitan membuka lapangan pekerjaan yang baru.
Pernyataan Presiden yang mengecewakan rakyat banyak dan melemahkan semangat untuk bangkit menghadapi tantangan masa depan yang lebih kompleks dan rumit ini, diungkapkan Joko Widodo saat membuka acara Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) XXII di Solo, pada 19 September 2024.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo juga mengakui Indonesia akan menghadapi bonus demografi pada tahun 2030, sehingga jumlah penduduk berusia produktif sangat banyak dan memerlukan lapangan kerja yang banyak juga. Padahal, dalam kondisi sekarang saja, Indonesia sudah merasa sangat berat untuk mengatasi masalah tenaga kerja dan angkatan kerja yang belum mendapatkan pekerjaan.
Dalam kondisi kesulitan ekonomi yang sangat parah, angkatan kerja dan jumlah pengangguran semakin banyak, maka kerentanan sosial sangat riskan menimbulkan kegaduhan bahkan kerusuhan, akibat kepanikan umumnya untuk mengatasi masalah kebutuhan hidup yang semakin sulit dan membingungkan. Setidaknya, kejadian yang mulai muncul di luar dugaan banyak orang sebelumnya, mulai menunjukkan gejala yang perlu diantisipasi lebih awal oleh pemerintah dengan melakukan pengawasan dini agar tidak sampai menimbulkan masalah yang lebih besar dan membuat kerugian bagi rakyat.
Banten, 28 September 2024