Eksistensi Kepala Sekolah Sebagai Supervisor Dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran

Oleh: Sani Yasnaini, S.Pd.I

Guru SD Negeri 27 Batu Bulek Kecamatan Lintau Buo Utara Kabupaten Tanah Datar
Dan Mahasiswa Pascasarjanan Prodi Manajemen Pendidikan Islam pada
IAIN Batusangkar Sumatera Barat

ABSTRAK

Dalam rangka meujudkan eksistensinya, seorang kepala sekolah sebagai supervisor untuk meningkatkan prores pembelajaran dapat melaksanakan beberapa hal-hal berikut ini, yaitu:

1). Bentuk perencanaan Kepala Sekolah sebagai supervisor dalam meningkatkan kualitas pembelajaran yaitu dengan merencanakan penyusunan program dalam satu semester atau tahunan. Program tidak terlalu kaku, tergantung dari jumlah guru yang perlu di supervisi. Kepala sekolah juga harus membuat daftar lembar ceklis yang berguna untuk mengecek kelengkapan administrasi perangkat pembelajaran para guru.

2). Bentuk pelaksanaan Kepala Sekolah sebagai supervisor dalam meningkatkan kualitas pembelajaran adalah dengan mengadakan pelaksanaan supervisi pendidikan, yaitu terdapat tiga bentuk pelaksanaan supervisi pendidikan yang dapat dilakukan oleh Kepala Sekolah yaitu tahap perencanaan, observasi kelas, dan evaluasi seperti pembicaraan individual, dan rapat guru.

3). Bentuk evaluasi yang dapat dilakukan oleh Kepala Sekolah sebagai supervisor dalam meningkatkan kualitas pembelajaran adalah yaitu melalui tahap pembicaraan individual dan rapat guru.

Kata Kunci: Kepala Sekolah, Supervisor, Kualitas Pembelajaran

PENDAHULUAN

Salah satu usaha dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah melalui proses pembelajaran di sekolah. Proses pembelajaran di sekolah ditetapkan berdasarkan jenjang pendidikan yang terdiri dari pendidikan dasar, menengah dan pendidikan tinggi. Secara keseluruhan jalur pendidikan di Indonesia mengacu pada fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang terdapat dalam pasal 3 Bab II Undang-udang nomor 20 tahun 2003, yaitu:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Sutcipto, 2003: 7).

Tercapai atau tidaknya tujuan pendidikan nasional sebagaimana yang terdapat di dalam undang-undang di atas tidak terlepas dari kepemimpinan kepala sekolah. Hal ini disebabkan kepala sekolah merupakan orang yang menggerakkan dan mempengaruhi seluruh personil yang ada dalam organisasi atau lembaga untuk bekerja sesuai dengan tugas yang telah ditentukan, sehingga tercapai tujuan yang telah ditetapkan.

Kepala sekolah harus mempunyai kemampuan dalam meningkatkan kualitas guru, sarana prasarana, kualitas proses pembelajaran dan evaluasi. Semua ini berpusat pada kepemimpinan kepala sekolah, merujuk kepada Surat An-Nahl ayat 125, yang berbunyi:
(((((( (((((( ((((((( ((((((( (((((((((((((( (((((((((((((((( (((((((((((( ( (((((((((((( ((((((((( (((( (((((((( ( (((( (((((( (((( (((((((( ((((( (((( ((( (((((((((( ( (((((( (((((((( ((((((((((((((((( (((((

”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”

Berdasarkan ayat ini, sebagai usaha dalam meningkatkan mutu guru, strategi yang dijalankan adalah: Pertama, menyuruh dengan hikmah dalam artian kepala sekolah harus mampu memberikan perbuatan dan perkataan yang inspiratif dan suportif kepada guru agar guru yang bersangkutan termotivasi secara mandiri untuk meningkatkan kualitasnya. Kedua, dengan memberikan pelajaran yang baik dalam artian kepala sekolah harus mampu memberikan reward, pengadaan sarana prasarana yang memadai, penelitian tindakan kelas dan sebagainya.

Segala cara kerja kepala sekolah memberikan jalan terdekat dengan semua perbedaan pendapat dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah. Kepala Sekolah menjadi tauladan bagi guru-guru dan staf guna untuk meningkatkan peranan guru dalam proses pembelajaran, di samping itu kepala sekolah juga menjadi motivator dengan jalan memberi reward. Pemimpin di lembaga pendidikan Islam disebut dengan kepala Sekolah. Karena Kepala Sekolah merupakan pemimpin pendidikan yang menempati posisi terdepan dan strategis dalam mengatur jalannya proses pembelajaran, administrasi dan hubungan antara sumber daya manusia, baik antara sesama guru, staf (karyawan) dan masyarakat lingkungannya serta antara Sekolah dengan wali murid. Pandangan ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Amentembun bahwa ”Kepala Sekolah menempati posisi terdepan dalam arena belajar mengajar yang dipimpinnya dan secara fungsional ia adalah puncak tanggung jawab atas proses pembelajaran yang berlangsung” (Amentembun, 1982: 1).

Sekolah adalah sebagai sebuah organisasi yang dipimpin oleh kepala sekolah. Menurut salah satu jurnal yang ditulis oleh Asmendri, bahwa Kepala Sekolah dituntut untuk mempunyai kompetensi manajerial dalam mengelola sekolah yang dipimpinnya. Sehingga akan tercapai tujuan pendidikan di lembaga yang dipimpinnya (Asmendri, 2014: 100). Hal ini juga, tidak luput dari keseriusan seorang guru dalam mengembangkan proses pembelajaran. Guru merupakan komponen pendidikan yang paling dominan mempengaruhi jalannya proses pendidikan. Hal ini disebabkan karena gurulah yang melaksanakan proses pendidikan serta mengorganisasikan komponen-komponen pendidikan lainnya. Tanpa kehadiran guru proses pendidikan tidak akan berjalan dengan baik, karena posisinya tidak dapat digantikan oleh alat-alat lainnya.

Kepala sekolah sebagai pengawas atau penilik juga merupakan supervisor. Namun sayangnya koordinasi antara keduanya dalam melaksanakan pembinaan terhadap pendidik dalam lembaga pendidikan Islam belum terjadi secara efektif. Data yang dikumpulkan oleh pengawas belum dapat dipadukan atau disinkronkan dengan data yang dikumpulkan oleh kepala sekolah.

Supervisor pendidikan bukan hanya pengawas resmi yang ditunjuk dengan SK menteri pendidikan, ataupun kepala sekolah, tetapi kita bisa memanfaatkan guru-guru terpilih untuk memberikan supervisi kepada sesama rekan pengajar sesuai dengan bidang keahliannya dalam meningkatkan mutu di sekolah.

Kepala sekolah sebagai supervisor dalam melaksanakan supervisi harus mengetahui bahwa sesungguhnya supervisi tidak hanya mencakup kepemimpinan kepala sekolah, akan tetapi juga mencakup perbaikan situasi belajar mengajar dalam arti yang seluas-luasnya. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Piet A. Sahertian yang mengemukakan bahwa ”sebagai seorang supervisor, kepala sekolah tidak hanya memikirkan bagaimana memimpin sekolah sebagaimana mestinya. Lebih dari itu, kepala sekolah juga harus mengupayakan agar perbaikan terhadap proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru-guru” (Piet , 2000: 26-27).

Istilah supervisi pendidikan sering diartikan dalam kategori pembentukan mental, karena supervisi disebut juga pengawas atau kepengawasan. Supervisi secara etimologi berasal dari kata “super” dan “visi” yang mengandung arti melihat dan meninjau dari atas atau menilik dan menilai dari atas yang dilakukan pihak atasan terhadap aktivitas, kreativitas, dan kinerja bawahan. Menurut konsep kuno, supervisi dilaksanakan dalam bentuk inspeksi atau mencari kesalahan, sedangkan dalam pandangan modern, supervisi adalah usaha untuk memperbaiki situasi belajar mengajar yaitu sebagai salah satu bentuk bimbingan bagi guru dalam mengajar untuk membantu siswa agar lebih baik dalam proses belajar mengajar.

Konsep peningkatan kualitas pendidikan merupakan salah satu unsur dari paradigma baru pengelolaan pendidikan di Indonesia. Paradigma tersebut mengandung atribut pokok yaitu relevan dengan kebutuhan masyarakat pengguna lulusan, suasana akademik yang kondusif dalam penyelenggaraan program studi, adanya komitmen kelembagaan dari para pimpinan dan staf terhadap pengelolaan organisasi yang efektif dan produktif, keberlanjutan program studi, serta efisiensi program secara selektif berdasarkan kelayakan dan kecukupan. Dimensi-dimensi tersebut mempunyai kedudukan dan fungsi yang sangat strategis untuk merancang dan mengembangkan usaha penyelenggaraan pendidikan yang berorientasi kualitas pada masa yang akan datang.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa kepala sekolah berperan sebagai supervisor, administrator, fasilitator, dan sebagai motivator. Oleh sebab itu, ia harus bisa menempati posisinya dengan baik dan benar dalam rangka mencapai efektifnya pelaksanaan supervisi yang dilakukan kepala sekolah dalam rangka meningkatkan mutu atau profesi para guru dalam proses pembelajaran.

PEMBAHASAN

Kepala Sekolah Secara etimologi menurut kamus besar bahasa Indonesia, kepala sekolah “orang atau guru yang memimpin suatu sekolah” (Depag, 1995: 77). Dengan demikian kepala sekolah merupakan pihak yang ditunjuk untuk memimpin suatu lembaga pendidikan. Sedangkan secara terminologi, Kepala Sekolah adalah sebagai seorang tenaga profesional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah di mana diselenggarakan proses belajar mengajar” atau “tempat dimana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran (Wahjosumidjo, 1999: 83).

Definisi lain tentang pengertian kepala sekolah dikemukakan pula dalam buku kendali mutu pendidikan agama Islam, yang menyatakan bahwa kepala sekolah adalah “orang yang bertugas sebagai pemegang atau policy umum dalam menentukan kebijakan dilingkungan sekolah” (Depag, 2001: 85). Definisi yang hampir bersamaan dikemukakan pula oleh M. Ngalim Purwanto‎, bahwa kepala sekolah merupakan “seseorang yang bertanggung jawab kepada atasannya terhadap tugas yang telah dipikulkan kepadanya pada lingkungan lembaga pendidikan” (Purwanto, 1991: 62).

Menurt Hasan Zaini, Marjoni Imamora dan Zulhendri dalam jurnal penelitiannya, bahwa Kunci keberhasilan suatu sekolah pada hakikatnya terletak pada efisiensi ‎dan efektivitas penamplan seorang Kepala Sekolah. Keberhasilan sekolah ‎adalah keberhasilan Kepala Sekolah. Dan keberhasilan Kepala Sekolah adalah ‎keberhasilan sekolah. Pada saat ini, masalah Kepala Sekolah merupakan suatu ‎peran yang menuntut persyaratan kualitas kepemimpinan yang kuat. Bahkan telah ‎berkembang menjadi tuntutan yang meluas dari masyarakat sebagai kriteria ‎keberhasilan sekolah diperlukan adanyan kepemimpinan Kepala Sekolah yang ‎berkualitas (Zaini et al., 2019: 122).

Fungsi kepala sekolah adalah menciptakan suasana kerja yang kondusif dalam pelaksanaan tugas-tugas di sekolah. Pendapat yang hampir sama dikemukakan pula oleh Hendiyat Soetopo dan Wasty Soemanto yang mengatakan bahwa fungsi kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan dibagi atas 2 bagian, yaitu pertama berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai dengan memaksimalkan tujuan kelompok serta menjelaskan supaya anggota dapat menyadari dalam bekerjasama mencapai tujuan itu, kedua fungsi kepala sekolah yang berkaitan dengan penciptaan suasana pekerjaan yang sehat dengan menanamkan dan memupuk kesediaan bekerjasama di dalam kelompok ataupun mempergunakan kelebihan-kelebihan yang terdapat pada pimpinan untuk memberikan sumbangan dalam kelompok menuju pencapaian tujuan bersama (Soetopo & Soemanto, 1988: 392-393).

Berdasarkan pengertian di atas dapat dipahami bahwa kepala sekolah merupakan pihak yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan pendidikan di lembaga yang dipimpinnya. Sebagai pihak yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan proses kependidikan di sekolah, kepala sekolah memegang kebijaksanaan tentang pengembangan lembaga pendidikan yang dipimpin tersebut. Apapun pekerjaan yang dilakukan dalam memimpin lembaga pendidikan tersebut berkaitan dengan proses pertanggungjawaban yang harus disampaikan kepada atasannya secara langsung.

Supervisi

Supervisi pendidikan sangat erat kaitannya dengan pimpinan dan bawahan dalam bidang pendidikan, yang lebih di kenal dengan kepala sekolah dengan guru. Guru dalam menjalankan tugasnya membutuhkan bantuan orang lain dalam hal memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Misalnya untuk mengerti tujuan pendidikan, tujuan kurikuler dan tujuan instruksional. Kemudian arahan dan bimbingan yang diberikan terhadap para guru di kenal dengan supervisi, sedangkan orang yang bertugas membantu guru untuk mengatasi masalah yang dihadapi adalah kepala sekolah.

Di tinjau dari segi etimologi (asal-usul kata) perkataan supervisi berasal dari bahasa Inggris yaitu “supervisi” terdiri dari dua kata “super” dan “vision”. Super berarti atas atau lebih sedangkan vision berarti melihat atau meninjau. Jadi pengertian supervisi berarti meninjau dari atas atau menilik atau menilai dari atas, yang dilakukan oleh pihak atasan (orang yang memiliki kelebihan kerja bawahannya (Hadari, 1982: 103).
Selain itu, Amentembun mengartikan “supervisi” dengan kata lain pembinaan yang mengandung arti perkembangan apa yang telah ada menjadi lebih baik. Jadi supervisi tidak hanya sekedar melihat dan menilai, tetapi lebih mementingkan pembinaan, dengan arti kata tujuan bukan mencari kelemahan orang yang disupervisi melainkan untuk membantu mereka mengembangkan kemampuannya. Di samping itu, banyak para ahli yang mengemukakan pendapat tentang supervisi antara lain adalah sebagai berikut:

Menurut P. Adams dan Frank G. Dickey, Supervisi adalah suatu program berencana untuk memperbaiki pengajaran (supervision is a plenneel program for the improvement of instruction).
Dalam dictionary of education good center memberikan pengertian supervisi sebagai berikut, Segala usaha dari petugas-petugas sekolah dalam memimpin guru dan petugas lainnya dalam memperbaiki pengajaran termasuk menstimulir, menyeleksi pertumbuhan jabatan dan perkembangan guru-guru dan merevisi tujuan-tujuan pendidikan, bahan-bahan pengajaran, metode mengajar dan evaluasi pengajaran (Rifai, 1982: 39):
Adapun kemampuan yang dimiliki oleh setiap guru dinamakan kemampuan dalam belajar, yaitu kemampuan itu mencakup ke dalam berbagai segi dengan macam-macam unsurnya (Rifai, 1982: 40) yaitu: Segi pengetahuan mencakup:
Penguasaan materi bidang studi yang diajarkan.

Pengetahuan tentang berbagai metode.
Pengetahuan tentang berbagai alat pelajaran.
Pengetahuan tentang keadaan murid.
Segi keterampilan dan kemampuan mengajar mencangkup:
Keterampilan berkomunikasi dan menggunakan bahasa.
Keterampilan memilih dan menerapkan metode dan pengajaran.
Keterampilan bertanya dan menyusun pertanyaan.

Keterampilan dan kemampuan alat-alat pelajaran.
Segi sikap dan kemampuan mengajar mencangkup:
Menyukai murid
Jujur terhadap diri sendiri dan terhadap murid

Disiplin terhadap tugas dan diri sendiri.
Keterbukaan yang menimbulkan prasangka.

Model-model supervisi dalam pendidikan, (Rifai, 1982: 41), yaitu:
Model supervisi konvensional. Supervisor mengadakan inspeksi untuk mencari serta menemukan kesalahan. Kadang model ini bersifat memata-matai dan menggurui.

Model Supervisi yang bersifat ilmiah. Supervisi ini dilaksanakan secara berencana, kontinu, sistematis, dengan menggunakan menggunakan prosedur dan teknik tertentu, serta instrumen pengumpulan data, sehingga memperoleh data yang objektif dari keadaan yang sebenarnya.

Model supervisi klinis, merupakan suatu proses bimbingan dalam pendidikan yang bertujuan membantu pengembangan profesional guru khususnya dalam penampilan mengajar, berdasarkan observasi dan analisis data secara teliti dan objektif sebagai pegangan untuk perbaikan tingkah laku mengajar guru.
Model supervisi artistik, memandang bahwa mengajar adalah suatu pengetahuan (knowledge), mengajar itu suatu keterampilan (skill), tetapi mengajar juga suatu kiat (art). Demikian juga dengan supervisi, yang merupakan suatu pengetahuan, suatu keterampilan dan juga suatu kiat (artistik).

Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa tujuan dari pelaksanaan supervisi pendidikan adalah untuk dapat membina perilaku mengajar guru yang berkualitas, sehingga terciptalah perilaku belajar murid dengan hasil yang lebih baik. Namun, tujuan supervisi pendidikan tidak hanya mencari kekurangan dan kelemahan yang dimiliki guru, tetapi harus dapat memperhatikan dan memanfaatkan kemampuan yang ada pada petugas pendidikan (guru). Seorang guru harus memiliki kemampuan untuk menjelaskan dan mengatasi persoalan yang dihadapi dalam proses belajar mengajar yang mencakup kegiatan manajemen kelas, mengatasi masalah disiplin, menciptakan iklim yang menyenangkan, menghadapi berbagai prilaku siswa. Semua itu harus dapat diatasi oleh para guru dengan berbagai alternatif pemecahan masalah, kemampuan ini juga mewujudkan suatu alternatif pemecahan masalah.

Kualitas Pembelajaran
Kualitas (mutu) adalah taraf atau derajat kepandaian dan pengetahuan. Pendidikan secara lembaga dapat diartikan sebagai perbuatan (hal, cara, dan sebagainya) mendidik dan berarti pula pengetahuan tentang mendidik atau pemeliharaan (latihan-latihan dan sebagainya) badan, bathin dan sebagainya.

Adapun pengertian pendidikan dari segi istilah kita dapat merujuk kepada berbagai sumber yang diberikan oleh para ahli pendidikan. Dalam UU sistim Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003, Bab I pasal I ayat I dinyatakan, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki wawasan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Dirjen Pendis, 2006: 5).

Kemudian Bapak pendidikan nasional Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan berarti daya upaya untuk memajukan pertumbuhan budi pekerti, (kekuatan bathin karakter) pikiran (intelek) dan anak antara yang satu dengan yang lainnya saling berhubungan agar dapat memajukan kemampuan hidup yakni, kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan duniawinya (Abudinata, 1999: 290).

Pendidikan yang berkualitas akan melahirkan manusia yang berkualitas, dan manusia yang berkualitas mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Mah Esa yang dicirikan antara lain dengan kejujuran dan ahklak yang mulia.
Berbudaya Iptek sehingga mampu menerapkan, mengembangkan dan menguasai Iptek yang berakar pada nilai-nilai budaya bangsa Indonesia.
Menghargai waktu dan mempunyai etis kerja dan kedisiplinan yang tinggi.
Kreatif, produktif, efesiensi dan berwawasan keunggulan

Mempunyai wawasan, kewiraswastaan dan kemampuan memanajemen yang handal

Mempunyai daya juang yang tinggi
Mempunyai wawasan kebangsaan yang tinggi, dengan mengutamakan kesatuan dan persatuan bangsa Mempunyai tanggung jawab dan sosialitas sosial yang tinggi. Mempunyai keteguhan moral yang kuat sehingga tidak terpengaruh oleh arus negatif globalisasi. Mempunyai kesehatan fisik yang prima sehingga dapat berfikir dan bekerja secara produktif.

Dari defenisi di atas dapat di ketahui bahwa pendidikan adalah suatu usaha atau proses yang bertujuan untuk membentuk manusia berkualitas agar dapat melakukan peranannya dalam kehidupan secara fungsional dan optimal. Jadi intinya pendidikan tersebut merupakan suatu usaha menolong manusia agar dapat memajukan eksistensinya secara fungsional di tengah-tengah masyarakat dan teman sejawatnya.

PENUTUP

Kesimpulan

Dalam rangka mewujudkan eksistensinya, seorang kepala sekolah sebagai supervisor untuk meningkatkan prores pembelajaran dapat melaksanakan beberapa hal-hal berikut ini, yaitu:

1). Bentuk perencanaan Kepala Sekolah sebagai supervisor dalam meningkatkan kualitas pembelajaran yaitu dengan merencanakan penyusunan program dalam satu semester atau tahunan. Program tidak terlalu kaku, tergantung dari jumlah guru yang perlu di supervisi. Kepala sekolah juga harus membuat daftar lembar ceklis yang berguna untuk mengecek kelengkapan administrasi perangkat pembelajaran para guru.

2). Bentuk pelaksanaan Kepala Sekolah sebagai supervisor dalam meningkatkan kualitas pembelajaran adalah dengan mengadakan pelaksanaan supervisi pendidikan, yaitu terdapat tiga bentuk pelaksanaan supervisi pendidikan yang dapat dilakukan oleh Kepala Sekolah yaitu tahap perencanaan, observasi kelas, dan evaluasi seperti pembicaraan individual, dan rapat guru.

3). Bentuk evaluasi yang dapat dilakukan oleh Kepala Sekolah sebagai supervisor dalam meningkatkan kualitas pembelajaran adalah yaitu melalui tahap pembicaraan individual dan rapat guru.

Saran

Diharapkan kepada Kepala Sekolah agar lebih memperhatikan kinerja guru dalam proses pembelajaran, yaitu dengan memperbanyak metode dalam pengajaran.

Diharapkan kepada sesama guru agar saling mengkoreksi diri dalam rangka perbaikan untuk dapat melaksanakan pembelaran ke arah yang lebih baik.
Diharapkan kepada pengawas sekolah secara berkala membimbing Kepala Sekolah, guru dan tenaga kependidikan untuk melaksanakan pengelolaan dan bimbingan secara kontiniutas, agar tercapainya tujuan sekolah.

Diharapkan kepada Dinas Pendidikan dan Kementerian Agama untuk dapat meningkatkan kompetensi dan pengetahuan Kepala Sekolah, komite sekolah, pendidik (guru) dan tata usaha sekolah agar tertatanamnya kinerja yang baik.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Abudinata. (1999). Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Asmendri. (2014). Kompetensi Kepala Madrasah dalam Pelaksanaan Delapan Standar Nasional Pendidikan (SNP), Jurnal Ta’dib, Vol. 17. No. 2.

Departemen Agama RI. (2001). Kendali Mutu pendidikan Agama Islam. Jakarta: Depag RI. Cet. ke-1.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. (1995). Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka. Edisi Kedua.

Dirjen Pendidikan Islam. (2006). UU dan Peraturan Pemerintah RI Tentang Pendidikan Islam. Jakarta: Depak.
Hadari, Nawawi. (1982). Administrasi Pendidikan. Jakarta: Gunung Agung.
M. Moh. Rifa’i. (1982). Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Tarsito.
M. Ngalim Purwanto. (1991). Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

N. A Amentembun. (1982). Penyusunan Program Kerja Sekolah. Bandung: Transito.
Piet A. Sahertian. (2000). Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta. Cet. ke-1.
Soetopo, Hendityat dan Soemanto, Wasty. (1998). Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara.
Sutcipto. (2003). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Semarang : Aneka Ilmu. Cet. ke-1.
Wahjosumidjo. (1999). Kepemimpinan Kepala Madrasah Tinjauan Teoritik dan Permasalahan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Zaini, Hasan, Dkk. (2019). Manajemen Kerja Kepala Madrasah dalam Menerapkan Budaya Islami di MAS Salimpaung Kabupaten Tanah Datar. Jurnal Al-Fikrah. Vol. VII. No. 2.

Print Friendly, PDF & Email

Pos terkait