“Gadang Di Rantau Ketek Di Kampuang” (Romantika Cita,Cinta dan Realita)

Oleh: DARMIWANDI, S.Ag. M.H.

Bagian : 20

Bacaan Lainnya

“MERETAS JALAN KE SAWAHLUNTO”

“Pak. Wandi, Bapak Kepala Kantor Kementerian Agama berpesan agar menemui beliau” Kata Bapak H. Rifa’i Mahyunar (Kepala KUA Kecamatan X Koto Diatas) yang merupakan atasan langsung penulis. “Kira-kira tentang apa yang pak?. Tanya penulis. Beliau jawab: “Temui sajalah dulu pak Wandi. Kalau ada beliau memberikan amanah, sesekali jangan ditolak apalagi ini yang pertama. Orang yang menolak amanah yang akan diberikan, biasanya sulit mendapatnya atau diberikan untuk masa yang akan datang”. “Baik pak. Insya Allah”. Tanggapan penulis.

Besok harinya (selasa), penulis pergi menemui Bapak Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Solok (Bapak Drs. H. Syahrul Wirda, MM). Setelah mengucapkan salam dan bersalaman dengan beliau, penulis duduk berhadapan dengan beliau, sambil memberikan informasi bahwa penulis disuruh oleh Bapak H. Rifa’i Mahyunar menemui Bapak. “Benar”. Jawab beliau. Selanjutnya beliau menyampaikan informasi dan bertanya kepada penulis: “Beberapa hari yang lalu, Bapak Drs. H. Salman K. Memet, MM bertanya kepada Bapak, apakah ada pegawai dari Kantor Kementerian Agama Kabupaten Solok yang sudah bisa diamanahi menjadi Kepala KUA Kecamatan di Kota Sawahlunto? Lalu yang teringat sama Bapak adalah Darmiwandi. Maka Bapak memesankan Darmiwandi”. Setelah beliau menyampaikan hal demikian, penulis bertanya kepada Beliau: “Menurut Bapak, apakah saya telah pantas dan patut memagang amanah tersebut?. Beliau menanggapi lagi: “Kalau bukan tidak patut, maka Bapak tidak akan memesani Darmiwandi. Oleh sebab itu, temui beliau ke Sawahlunto”. Siap pak. Insya Allah, hari kami saya temui beliau ke Sawahlunto, karena besok saya pergi dulu ke Kantor untuk memberitahu dan minta izin kepada Kepala KUA”.

Hari Kamis pagi, penulis langsung meluncur dari Paninggahan ke Sawahlunto. Nama Sawahlunto bukan nama kota yang asing bagi penulis, namun penulis belum pernah menginjakan kaki di tanah Kota Sawahlunto tersebut. Dalam perjalanan menuju Kantor Kementerian Agama Kota Sawahlunto, ada lima kali penulis bertanya kepada orang. Di Sungai Lasi, di Silingkang, di Muaro Kalaban, di Pasar Sawahlunto dan terakhir di dekat Kantor Wali Kota Sawahlunto, penulis bertanya dimana Kantor Kementerian Agama Kota Sawahlunto. Setelah bertanya ke lima kalinya, barulah penulis sampai di tempat tujuan sekitar jam 10 pagi.

Sampai di sana, tidak seorangpun yang penulis kenal, kecuali Bapak Salman K. Memet. Karena Beliau sadang ada tamu, penulis menunggu sebentar. Tidak beberapa minit kemudian, baru penulis masuk ke dalam ruangan beliau. Setelah mengucapkan salam dan bersalaman, penulis menyampaikan sebuah kalimat: “Saya disuruh oleh Bapak Kepala Syahrul Wirda menemui Bapak”. “Oh iya”, Jawab beliau. Beliau langsung menelpon Bapak Syahrul Wirda dan memberitahukan bahwa penulis telah ada dihadapan beliau. Setelah menelphon, Bapak Salman menyuruh penulis kembali ke Kankemenag Kabupaten Solok untuk mengurus dan melengkapi administrasi dan langsung antarkan lagi ke Sawahlunto.

Tanpa membuang waktu, penulis pamit dan menuju lagi ke Koto Baru Solok. Sampai di Kantor Kemenag Kab. Solok, penulis menemui Bapak H. Syamsir (Kepala Sub. Bagian Tata Usaha). Bersama dengan beliau, penulis melengkapi bahan-bahan administrasi. Setelah bahan-bahan lengkap, penulis kembali lagi ke Sawahlunto. Beda dari sebelumnya, selama dalam perjalanan penulis tidak ada lagi bertanya-tanya di jalan.

Sampai di Sawahlunto, hari sudah sore. Para pegawai sudah pulang. Akhirnya penulis serahkan bahan-bahan tersebut ke rumah dinas setelah bertanya kepada seseorang sebelumnya. Berkas diserahkan, penulis kembali lagi pulang.
Karena badan terasa letih, penulis istirahat sejenak di tempat yang tinggi menjelang pasar Sawahlunto. Sambil mengisab sebatang rokok dan minim air putih, penulis bertanya kepada diri penulis sendiri; “Inilah Kota yang akan saya tempuh setiap hari. Dibilang jauh, tidah jauh. Dibilang dekat, letih juga”. Rokok sebatang habis, penulis telusuri lagi jalan yang ditempuh tadi secara pelan-pelan dan dengan kecepatan normal, tidak seperti sebelumnya yang agak kencang karena diburu waktu.

Setelah satu bulan bahan penulis diberikan, tepat pada tanggal 17 September 2007, Penulis dilantik menjadi Kepala KUA Kecamatan Silungkang.
Pertama menjadi Kepala KUA Kecamatan, penulis mulai menemukan pengalaman-pengalaman baru khususnya di bidang Pernikahan yang merupakan salah satu tugas pokok penulis. Penulis dipanggil oleh Bapak Camat Silungkang dan dihadiri oleh pejabat dari Kantor Wali Kota Sawahlunto karena penulis diduga menolak pernikahan warga Silungkang. Sedangkan segala persiapan telah disiapkan. Acara mendo’an dan makanan untuk tamu telah disediakan. Namun pernikahan belum juga bisa dilaksanakan.
Bagaimanakah sikap dan cara penulis menghadapinya?

Bersambung………..

Print Friendly, PDF & Email

Pos terkait