Mentreng com | Kayuagung – Polemik proyek revitalisasi Danau Teloko di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) kembali menuai sorotan. Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) VIII Sumatera Selatan menegaskan, pengerjaan proyek bernilai ratusan miliar rupiah itu harus dihentikan bila tidak memberi manfaat nyata bagi masyarakat.
Kepala Balai Besar VIII, Agus Safari, melalui Humas Febrian Nando, menyampaikan sikap tersebut saat dikonfirmasi wartawan, Rabu (24/9/2025).
“Jika revitalisasi itu tidak bermanfaat untuk masyarakat maka sebaiknya diberhentikan, karena masih banyak daerah di Sumsel yang juga membutuhkan,” tegas Nando.
Menurutnya, proyek Danau Teloko saat ini telah memasuki tahap kedua. Namun ia mempertanyakan mengapa masyarakat baru mempermasalahkan proyek tersebut setelah berjalan cukup jauh.
“Seandainya dari awal sebelum proyek berjalan ada sosialisasi kepada masyarakat dan instansi setempat, kenapa tidak diutarakan permasalahannya? Kenapa baru sekarang di tahap dua? Kami di Balai Sumatera VIII selalu mengutamakan asas manfaat untuk masyarakat,” ujar Nando.
Sorotan Lingkungan dan Dana
Sebelumnya, pemerhati sosial dan lingkungan H. Welly Tegalega, SH mengingatkan risiko proyek yang dikerjakan tanpa kajian matang. Menurutnya, potensi sedimentasi, pendangkalan, kerusakan habitat, hingga berkurangnya keanekaragaman hayati bisa muncul jika revitalisasi dilakukan secara keliru.
“Tanpa pengendalian erosi yang baik, sungai bisa tertimbun, kapasitas tampung air berkurang, dan risiko banjir meningkat. Itu jelas merugikan masyarakat,” ungkap Welly, Minggu (22/9).
Senada, Ketua Prisma (Pusat Riset Kebijakan dan Pelayanan Masyarakat) OKI, M. Salim Kosim, S.IP, menilai proyek yang telah digulirkan sejak 2022 dengan dana fantastis tidak menyentuh langsung kesejahteraan warga.
“Dana sebesar itu seharusnya dialihkan untuk kebutuhan mendesak, seperti perbaikan jalan rusak atau membantu warga yang kesulitan mengelola sawah. Kami juga mendesak KPK turun tangan untuk mengevaluasi proyek ini,” tegas Salim.
Data Proyek
Berdasarkan catatan, pada 2023 PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA) memperoleh kontrak revitalisasi Danau Teloko senilai Rp103,36 miliar dari Kementerian PUPR. Tahun 2025, pemerintah kembali menggelontorkan Rp23,5 miliar dari APBN melalui lelang LPSE PUPR.
Namun, muncul pertanyaan publik terkait transparansi anggaran. Ir. H. Puspo, mantan pejabat PU, menyoroti adanya dugaan selisih dana.
“Dalam LPSE, nominal penawaran sudah tertera dan tidak bisa diubah. Kok bisa nilai Rp23,5 miliar menjadi Rp14,5 miliar? Sisanya lari ke mana?” ujarnya.
Landasan Hukum
Apabila proyek terbukti menimbulkan kerugian negara atau penyalahgunaan anggaran, maka dapat dijerat melalui:
UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Pasal 2 dan 3: penyalahgunaan wewenang dan kerugian negara).
UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara serta UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (tanggung jawab pengelolaan keuangan negara).
UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (sanksi pidana bagi kegiatan yang merusak ekosistem).
Publik kini menanti langkah evaluasi dan tindak lanjut aparat penegak hukum agar proyek revitalisasi Danau Teloko tidak berubah menjadi bancakan anggaran.
(Tim)