By : Jacob Ereste
Impor beras Indonesia terbilang besar di dunia. Karena itu harapan untuk Indonesia swasembada pangan masih sangat jauh seperti jarak antara bumi dengan langit. Karena itu hanya bisa terwujud bila aparat pemerintah yang berwenang dalam hal Ikhwal masalah pangan mempunyai keinginan keras untuk mewujudkannya, sehingga Indonesia dapat kembali berjaya semasa pemerintahan kerajaan di Nusantara pada masa silam.
Hingga hari ini, impor beras Indonesia dari india, Thailand, Vietnam, Pakistan, Myanmar, Jepang, Tiongkok dan sejumlah negara lain berjumlah jutaan ton, seperti sedang menguruk laut, tak kunjung mampu diatasi dengan memaksimalkan produksi petani sendiri. Padahal, negeri kita terlanjur disebut subur- makmur, hingga tongkat kayu dan batu pun bisa menjadi tanaman.
Daftar bahan pangan impor untuk Indonesia tidak cuma beras, tapi juga kacang kedelai, gula pasir, jagung, susu, tepung terigu bahkan daging hewan hingga sayur dan pupuk serta buah-buahan. Lalu apa yang dihasilkan petani Indonesia jika sejumlah bahan pokok itu terus diimpor dari negara tetangga. Hingga terkesan, petani Indonesia tidak melakukan apa-apa selama musim tanam hingga musin panen tiba.
Sebagian besar petani Indonesia sesungguhnya mampu menghasilkan semua produk bahan pangan impor tersebut, hanya saja tidak mampu mencukupi kebutuhan yang diperlukan. Artinya, pemerintah perlu mendukung — memberi bantuan yang nyata — kepada petani untuk meningkatkan produksi hasil panen yang diperolehnya, mulai dari padi (beras), kacang kedelai, kacang ijo, jagung, termasuk ternak hewan dan unggas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat. Sehingga nilai impor dapat terus ditekan hingga titik nol. Bayangkan saja, bila jumlah impor beras Indonesia tahun 2023 mencapai jumlah 3,06 juta ton dengan nilai pembayaran sebesar US$ 13.8 atau sekitar Rp 215,77 triliun dengan kurs dolar Rp 15.653,-
Angka impor yang melesat nilainya ini dibanding tahun sebelumnya (2022) hanya sebesar 429,207 ton, sangat mungkin digunakan untuk menyambut Pilpres tahun 2024. Meski alokasinya tak pernah dibuka secara terang kepada rakyat yang dijadikan obyek bantuan untuk mengatasi mereka yang miskin. Padahal, dalam debat Capres 2019, Presiden Joko Widodo saat menjadi calon Presiden menyatakan bahwa dia tidak akan mengimpor komoditas pangan jika terpilih menjadi Presiden, kata Joko Widodo berjanji ketika itu. Tapi realitasnya, justru jor-joran. Hingga kuat diduga kegiatan impor bahan pangan itu telah dijadikan lahan mendulang uang, mulai saat pembelian hingga waktu pendistribusiannya kepada warga masyarakat.
Sikap waras Presiden Joko Widodo dengan menginisiasi pembukaan lahan perkebunan tebu di Irian Jaya guna mengatasi konsumsi gula yang masih selalu kekurangan, patut dipuji meski tidak sebanding dengan jumlah kekeliruan dalam kebijakan yang tidak menguntungkan rakyat banyak. Proyek swasembada tebu di Merauke seluas 2,29 juta hektar sungguh diharap bukan proyek kaleng-kaleng untuk mengakali dana yang dikucurkan.
Proyek yang telah lama dicanangkan ini direalisasikan melalui Peraturan Presiden No. 40 Tahun 2023. Pembukaan kebun tebu ini dibarengi dengan mendirikan pabrik bioetanol seluas 1,11 juta hektar yang tertuang dalam Kepres No.15 Tahun 2024 tentang Percepatan Swasembada Gula dan bioetanol dari Kabupaten Merauke.
Laporan Koran Tempo Ikhwal “Kongsi Sepuluh Raja Gula di Food Estate” mengungkap program Food Estate ini membentang diantara 19 distrik dari 22 distrik yang ada di Merauke.
Proyeksinya dari lahan swasembada tebu ini diharap mampu menghasilkan gula, gas alam yang dikompresi (CNG) dari kelebihan biogas dan etanol.
Masalah pembukaan lahan baru memang acap menggusur tanah rakyat. Apa yang diungkap Aliansi Gerakan Rakyat Lawan Perampasan Tanah (Geram Tanah) seperti yang digelar di depan kantor Kementerian Agraris dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) pada 24 September 2024 merupakan kelanjutan dari protes kaum petani, buruh dan mahasiswa di Gedung KPK RI pada 23 September 2024.
Masa aksi meneriakkan kepada KPK untuk mengusut kasus korupsi di bidang agraria yang marak dengan mafia tanah, seperti yang terjadi di sekitar pembangunan IKN, Penajam, Kalimantan Timur. Peserta aksi juga meneriakkan agenda pelemahan demokrasi yang sejatinya bertujuan untuk mempermudah kroni penguasa yang berkolaborasi dengan pengusaha untuk merampas tanah rakyat d berbagai tempat dan di dalam berbagai kesempatan.
Faktanya seperti diuraikan Machfud MD, saat debat Capres keempat di JCC, 21 Januari 2024. Catatan Machfud MD mengungkap impor beras 2,8 juta ton, kedelai 2 juta ton, susu 280 juta ton, gula pasir 4,1 juta ton, daging sapi 160 juta ton. Artinya triluanan dana yang amblas menjadi bahan pangan ini tidak mampu di substitusi kan menjadi daya dorong bagi para petani untuk meningkatkan produksinya dalam mengelola usaha pertanian atau peternakan yang ditekuninya.
Dari besaran dana yang digelontorkan untuk bahan Pangan rutin setiap tahun ini, sangat diharap dapat dialihkan untuk memberi dukungan kepada petani dalam upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi jenis usaha yang dikelolanya, sehingga Indonesia dapat memiliki ketahanan dan pertahanan pangan yang ditandai dengan swasembada pangan untuk semua jenis kebutuhan rutin warga masyarakat. Sebab pemahaman terhadap kemendirian ekonomi seperti yang dimaksud dari Trisakti itu mampu melepaskan diri dari ketergantungan pada pihak asing. Sikap ketergantungan pada pihak asing ini hendaknya segera diikuti oleh kedaulatan politik, sehingga segenap warga bangsa Indonesia dapat memiliki kepribadian yang kuat dan penuh wibawa dalam pergaulan warga masyarakat dunia.
Ketika semua kebutuhan sehari-hari rakyat sudah dapat dipenuji melalui usaha rakyat sendiri, maka swasembada pangan rakyat Indonesia dapat menjadi penakar ketahan dan pertahanan bangsa Indonesia dalam bidang lainnya dapat dilakukan juga. Yang penting, pemerintah harus segera mampu menghentikan orientasi dan mental rente hanya untuk kepentingan sendiri.
Banten, 29 September 2024