Oleh: Nazwar, S. Fil. I., M. Phil. (Penulis Lepas Lintas Jogja Sumatera)
Bulan Muharram adalah disebut juga bukan Allah yang di dalamnya banyak keutamaan-keutamaan. Di antara yang paling masyhur adalah berpuasa terutama di tanggal yang memiliki keutamaan (“fadhiilah”) kah yang tidak terdapat di tanggal dan/atau bulan lain.
Memperbanyak puasa, meski tidak sebulan penuh terkecuali Ramadhan sebagaimana Rasul contohkan adalah baik, termasuk dalam rangka menjaga diri dari berbuat dosa di bulan Harom. Di antaranya berpuasa pada tanggal 9, 10, dan 11 Muharrom.
Rasulullah bersabda dalam hadis dari Abu Hurairah: “Puasa (sunnah) yang paling utama setelh bulan Ramadhan adalah pada bulan Allah yaitu Muharram.” Berikut penjelasannya lebih lanjut.
Alasan Puasa Sembilan, Sepuluh, dan Sebelas Muharram
Disebut puasa Tasua yang diambil dari kata Tis’a dalam bahasa Arab berarti sembilan maksudnya adalah berpuasa di tanggal sembilan Muharrom. Puasa pada tanggal sembilan adalah penting dalam rangka membedakan puasa 10 Muharrom sebagaimana yang Yahudi lakukan.
Jadi merujuk penjelasan ini, seorang Muslim idealnya berpuasa pada pada 9 dan 10 Muharrom.
Puasa pada tanggal sembilan, sepuluh dan sebelas Muharrom adalah pendapat dari Imam Ahmad dalam rangka menyiasati kemungkinan atau perbedaan penetapan satu Muharrom yang berakibat pada penetapan sepuluh Muharrom. Maka seorang Muslim diserukan untuk melakukan puasa pada tanggal sembilan, sepuluh dan sebelas untuk memperbesar kemungkinan tidak terlewatkannya sepuluh Muharrom yang memiliki keutamaan besar berupa diampuni dosa setahun ke depan.
Melansir video kajian oleh Ammi Nur Bait dalam ANB Channel, sebagaimana dalam al-Mughni, Ibnu Qudamah mengutip keterangan Imam Ahmad; pernah mengatakan “barangsiapa yang ingin puasa asy-Syura (10 Muharrom), maka hendaklah ia berpuasa pada tanggal sembilan dan sepuluh, sehingga ia berpuasa dua hari sebagaimana anjuran Nabi terkecuali terjadi bulan yang tidak begitu jelas, ada “musykil”, maka dia bisa berpuasa selama tiga hari yaitu tanggal sembilan, sepuluh, dan sebelas, sebagaimana yang dianjurkan seorang tabi’in; Muhammad bin Sirin. Hal ini dipandang penting dalam rangka menjaga kehatia-hatian pada tanggal 10 Muharrom dan dalam perbedaan dalam menentukan hilal. “Shadaqallah wa Allahu a’lam!”