Jacob Ereste
Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah : Gubernur, Bupati dan Walikota) serentak di seluruh daerah Indonesia harus menghadapi masalah baru dengan banyaknya jumlah calon pasangan tunggal yang bakal menghadapi 41 kotak kosong menjelang penetapan calon pada 22 September 2024 hingga diharap pada 25 September 2024 sudah dapat memasuki masa kampanye secara serentak pula.
Padahal, salah satu maksud awal dari pelaksanaan Pilkada serentak di seluruh Indonesia ingin menekan ongkos pelaksanaan pesta demokrasi yang juga diharap dapat lebih berkualitas hasilnya. Tenggang waktu hingga pemungutan suara dari Pilkada serentak tahun 2024 dilaksanakan pada 27 November 2024. Artinya, masa kampanye memiliki waktu lebih dari lima Minggu, bila dihitung dari tanggal 25 September – 27 November 2024. Lalu rekapitulasi hasil perhitungan suara pada 27 November – 16 Desember 2024.
Masalah banyaknya jumlah kotak kosong yang bakal menghiasi pesta demokrasi serentak di Indonesia, jelas menunjukkan kegagalan dari upaya membangun budaya demokrasi di Indonesia, terutama yang menjadi tanggung jawab partai politik yang bias orientasinya yang gagal mencetak kader politik yang tangguh hingga imun dari ketergantungan pada finansial yang dipaksa untuk menyediakan dalam jumlah yang banyak. Dugaan ketakutan untuk menanggung biaya sebagai peserta pesta demokrasi ini, terbukti dari keengganan tampilnya calon perseorangan, sekiranya tidak berani memenuhi persyaratan yang dipatok oleh partai politik, semacam mahar yang begitu mahal. Kecuali itu, toh banyak anggota partai maupun kader partai sendiri yang ogah mengambil kesempatan untuk maju sebagai kandidat calon yang mau ikut bertarung dalam Pilkada yang nilainya nyaris tidak dapat dicerna oleh akal sehat. Jadi memang ongkos politik yang mahal di Indonesia merupakan penyebab utama dari fenomena kotak kosong yang akan menjadi penggedor kesadaran umum warga masyarakat bila bidang politik pun di Indonesia sekarang telah menjadi bagian dari transaksi finansial yang tidak bisa ditawar-tawar.
Celakanya, kehadiran dari kotak kosong dalam pelaksanaan Pilkada 2024 yang sangat fenomenal ini cenderung akan menjadi pemenang. Karena keberadaan dari kotak kosong itu akan mewakili rasa kekecewaan rakyat yang sulit untuk dikatakan, kecuali itu pun suara rakyat cenderung untuk tidak akan pernah mau didengarkan. Hanya dalam perspektif psiko-politis, kotak kosong akan kalah hanya melalui rekayasa politik yang tidak sama sekali mencerminkan suara hati nurani rakyat yang melakukan protes dengan cara membungkam suaranya. Sebab budaya kritik — bahkan upaya menyampaikan pendapat — cuma sekedar di atas kertas. Tidak dalam sikap dan tindakan yang nyata, meski sudah ada dalam peraturan maupun perundang-undangan yang berlaku di negeri ini secara legal formal.
Serang, 13 September 2024