Negara Lagi Stres: Dari Hukum yang Kendor sampai Pejabat Hobi Berakting

Mentreng.com  |  Jakarta – Kalau negara ini manusia, mungkin sudah perlu konsultasi psikolog. Hukum makin kendor, pejabat makin gemar main peran, ekonomi labil, dan rakyat makin bingung harus ketawa atau nangis. Di saat masalah makin menumpuk, para pemimpin lebih sibuk pencitraan ketimbang menyelesaikan problem nyata.

*Drama Hukum: Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas*

Hukum di negeri ini sekarang lebih mirip karet gelang: bisa melar ke mana saja tergantung siapa yang menariknya. Rakyat kecil salah parkir, langsung kena tilang dan viral di medsos. Tapi kalau pejabat ketahuan korupsi, paling banter diwawancarai dulu, masuk rehabilitasi, lalu tiba-tiba lenyap dari pemberitaan.

“Kalau maling ayam langsung diproses hukum, tapi kalau maling duit rakyat, bisa negosiasi dulu,” ujar seorang pengamat yang sudah capek berharap keadilan.

Yang lebih gila, banyak kasus besar yang seolah-olah cuma jadi trending topic sehari, lalu hilang ditelan angin.

“Dulu kita dengar berita korupsi Rp 193 triliun, sekarang sudah lupa. Entah duitnya ke mana, entah kasusnya ke mana,” kata seorang warga sambil mengelus dada.

*Ekonomi Labil: Rakyat Makin Susah, Pejabat Makin Tajir*

Sementara rakyat masih bingung harga sembako yang naik turun lebih cepat dari mood orang patah hati, pejabat malah sibuk cari proyek baru.

“Katanya ekonomi sedang sulit, tapi anehnya anggaran proyek mercusuar tetap jalan,” ujar seorang pedagang yang omzetnya turun drastis.

Lucunya, solusi yang ditawarkan pemerintah lebih sering mengundang tawa. Dari impor beras saat panen raya sampai menaikkan pajak di saat daya beli turun, semua terasa seperti skenario yang ditulis oleh penulis komedi.

“Negara ini kayak warung makan yang rugi, tapi malah naikin harga menu,” sindir seorang ekonom.

*Pejabat atau Aktor?*

Di tengah segala kekacauan, pejabat kita tampaknya makin sadar bahwa pencitraan lebih penting dari kebijakan yang benar. Makin banyak yang jago akting di depan kamera, tapi minim aksi nyata di lapangan.

“Banjir datang, pejabat datang pakai sepatu bot, difoto, lalu pulang sebelum airnya surut,” ujar seorang warga korban banjir yang sudah hapal dengan pola ini.

Belum lagi tren pejabat doyan bikin video ala influencer, lengkap dengan musik dramatis dan editing ala sinetron. Entah itu pejabat yang tiba-tiba turun ke pasar sok peduli harga, atau yang mendadak naik motor demi pencitraan merakyat.

“Pejabat kita kalau enggak sibuk bikin proyek, ya sibuk bikin konten,” kata seorang aktivis dengan nada pasrah.

*Negara Butuh Liburan?*

Dengan semua yang terjadi, banyak yang bertanya-tanya: apakah negara ini sedang stres? Kalau iya, solusinya apa?

Sebagian menyarankan agar para pejabat mengurangi drama dan mulai kerja beneran. Yang lain mengusulkan agar hukum ditegakkan tanpa pandang bulu, dan ekonomi dikelola dengan lebih masuk akal.

Tapi ada juga yang bercanda, mungkin negara ini perlu cuti dulu, pergi healing ke Bali, biar nanti pas balik lebih waras.

“Atau sekalian reset aja, mulai dari nol. Tapi siapa yang mau tekan tombol resetnya?”

Yang jelas, rakyat sudah muak dengan sandiwara. Dan kalau keadaan terus begini, jangan salahkan kalau kepercayaan publik makin turun—karena bagaimanapun juga, negara ini bukan panggung teater. (TIM/Red)

Print Friendly, PDF & Email

Pos terkait