Mentreng.com | Medan – Kepolisian Daerah Sumatera Utara, melalui Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus), resmi menyatakan tengah mendalami dua dugaan tindak pidana serius yang menyeret nama politisi nasional Sihar Pangihutan Hamonangan Sitorus. Dalam surat resmi bernomor B/76/I/RES.1.24./2025 yang ditujukan kepada pelapor, Legiman Pranata, pihak kepolisian mengkonfirmasi telah menerima laporan tentang dugaan pemalsuan administrasi kependudukan dan dugaan pelanggaran dalam ranah pendidikan tinggi.
Penyelidikan yang dilakukan Unit 4 Subdit IV/Tipidter Ditreskrimsus ini mengacu pada serangkaian undang-undang, termasuk UU Administrasi Kependudukan dan UU Pendidikan Tinggi. Dalam surat itu disebutkan, kepolisian menyoroti penggunaan dua identitas berbeda oleh sosok yang diduga sama: Sihar Pangihutan Hamonangan Sitorus dan Sihar Sitorus.
*Dua Nama di Dua Dunia: Kependudukan dan Akademik*
Laporan Legiman, yang dilayangkan pada 25 November 2024, menyebut bahwa Sihar Sitorus memiliki dua KTP dengan perbedaan tempat dan tanggal lahir serta NIK, yang diduga digunakan dalam dokumen-dokumen resmi, termasuk dokumen pendidikan tinggi.
Dugaan ini lantas diperluas oleh pihak Ditreskrimsus ke ranah pendidikan tinggi. Hal ini membuka kemungkinan bahwa ada inkonsistensi dalam penggunaan identitas terkait ijazah atau gelar akademik, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
“Penyidik mendalami kemungkinan adanya ketidaksesuaian identitas dalam dokumen pendidikan tinggi yang digunakan untuk kepentingan publik atau negara,” kata salah satu sumber internal di lingkungan Polda Sumut yang enggan disebutkan namanya.
Guna mendalami laporan tersebut, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Sumut, Kombes Pol. Rudi Rifani, S.I.K., menunjuk dua personel untuk mempercepat proses penyelidikan, yakni:
– IPTU Bayu Mahardika, S.Tr.K, selaku penyidik utama,
– AIPTU Sunardi Sanjaya, selaku penyidik pembantu.
Keduanya ditugaskan berdasarkan Surat Perintah Tugas Nomor: Sprin-gas/135/I/2025/Ditreskrimsus, tertanggal 15 Januari 2025. Legiman sebagai pelapor diminta untuk berkoordinasi langsung dengan tim ini demi kelancaran pengumpulan data dan keterangan tambahan.
Jika tuduhan ini terbukti, konsekuensi hukumnya tidak main-main. Pasal-pasal pidana dalam UU Adminduk dan UU Pendidikan Tinggi bisa dikenakan, termasuk ancaman pidana penjara atas penggunaan data kependudukan palsu dalam dokumen negara.
“Yang kami soroti bukan hanya soal identitas ganda, tapi juga bagaimana identitas itu digunakan dalam sistem negara—baik untuk kepemilikan tanah, maupun untuk legalitas pendidikan,” terang Legiman kepada media pada Jum’at (11/4/2025).
Legiman mengklaim bahwa dirinya telah mengantongi bukti kuat terkait perbedaan dua identitas itu, termasuk fotokopi KTP, surat keterangan dari Disdukcapil, dan dokumen pendidikan tinggi yang menyebut nama berbeda namun dengan ciri yang identik.
Kasus ini menjadi sorotan tidak hanya karena menyentuh figur publik, tetapi juga karena menggambarkan potensi celah serius dalam sistem administrasi negara. Jika benar satu orang dapat memiliki dua identitas untuk mengurus berbagai kepentingan hukum, maka dampaknya meluas ke integritas pelayanan publik dan hukum itu sendiri.
Kini semua mata tertuju ke Ditreskrimsus Polda Sumut, yang tengah memikul beban untuk mengungkap kebenaran secara transparan dan profesional.
“Ini bukan semata sengketa pribadi, tapi persoalan serius menyangkut kepercayaan publik terhadap sistem administrasi dan pendidikan di Indonesia,” pungkas Legiman.
Publik menanti jawaban—bukan dari politisi, bukan dari panggung parlemen, tapi dari jalannya hukum. (TIM/Red)