“Takut Mengurus Anak Yatim”

Oleh : Darmiwandi, S. Ag, M.H

Menjadi anak yatim dan/atau piatu bukan pilihan. Istilah Yatim adalah seorang anak yang telah meninggal ayahnya. Sedangkan Piatu adalah seorang anak yang telah meninggal ibunya. Setiap anak menginginkan kedua orang tuanya hidup dan selalu mendampingi kehidupannya. Namun, kadang-kadang taqdir Allah berkehendak lain. Masih anak-anak dan mau menginjak remaja, salah seorang bahkan kedua orang tua mereka telah dipanggil Allah terlebih dahulu. Jadilan mereka anak yatim atau piatu bahkan yatim piatu.

Kondisi kehidupan anak yatim yang ditinggal oleh orang tuanya berbagai macam. Ada keluarga terdekat yang mau dan mampu memelihara dan menjaganya dan tidak sedikit juga mereka terabaikan karena berbagai macam keadaan. Ada keluarga yang mau memeliha mereka namun kurang mampu dalam ekonomi. Hal ini tentu kesusahan dan kesulitan juga yang mereka lalui.

Sebagai gambaran tentang keadaan anak yatim dalam suatu waktu. Kita perhatikan anak-anak kita saat hari raya, baik Idul Fitri maupun Idul Adha. Pada malam takbiran, mereka telah memilih dan mencobakan pakaian yang akan dipakai besok harinya. Semuanya telah siap sedia. Pagi-pagi mereka telah bangun dan mandi. Mereka ambil dan pakai baju baru pembelian ayah. Celana atau rok pembelian sang ibu. Sepatu kiriman dari sanak keluarga. Mereka sudah siap dan berpakaian serba baru dan indah. Di pagi yang begitu cerah, anak dan cucu kita berlari-lari kian kemari. Mereka senang, Bahagia dan bangga dengan pakaian baru mereka. Selain pakaian serba baru, kantong mereka tidak ada yang kosong dari uang untuk belanja sesuai dengan selera mereka. Kira-kira begitulah anak-anak dan cucu kita yang masih memeliki ayah dan bunda serta sanak keluarga yang berpunya.

Dilayangkan pula kepada anak yatim miskin/piatu. Mereka ingin baju baru pembelian ayah, ayah telah tiada. Ingin memakai celana baru pembelian ibu, ibu orang susah. Ingin mendapatkan kiriman dari mamak/kakak dan sanak saudara tetapi hanya harapan saja. Ingin berlari riang gembira seperti teman-teman lainnya, namun apalah daya; mereka tidak memiliki apa-apa. Jangan pakaian indah dan mewah, belanjapun seadanya. Begitulah nasib anak yatim/piatu yang tidak berpunya. Di hari raya teman-teman senang dan bahagia tetapi mereka hanya bisa murung dan menundukkan kepala. Hanya kepedulian dan kepekaan orang banyak yang diharapkan mereka.
Anak yatim yang ditinggalkan dalam kemampuan dan harta kekayaan, mungkin tidak akan terlalu merasakan kesulitan dan penderitaan sebagaimana anak yatim yang ditinggal dalam keadaan miskin dan serba kekurangan. Anak yatim yang memiliki harta warisan orang tuanya, sangat dituntut oleh Allah untuk menjaga dan memelihara harta mereka dengan patut. Mengurus mereka dan harta mereka dengan patut adalah sebuah kebaikan. Sebagaimana Firman Allah;

“Tentang dunia dan akhirat. dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakalah: “Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu bergaul dengan mereka, Maka mereka adalah saudaramu; dan Allah mengetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang Mengadakan perbaikan. dan Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia dapat mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Q.S. Al- Baqarah, Ayat: 220)

Dalam sebuah Riwayat, ayat ini turun (asbabun Nuzul) berkenaan dengan adanya sebagian sehabat yang cemas dan bertanya tentang memelihara anak yatim dan harta mereka.

“Menurut Riwayat Abu Daud, an-Nasa’i, dan al-Hakim dari Ibnu Abbas; Karena telah banyak ayat-ayat peringatan tentang harta anak yatim, sampai dikatakan bahwa siapa yang memakan harta anak yatim dengan aniaya sama dengan memakan api dalam perutnya (Q.S. An-Nisa’: 10), anak yatim tidak boleh dikerasi dan dihardik (Q.S. Ad-Dhuha), terhitung mendustakan agama bagi siapa yang tidak mempertahankan/ mempedulikan kepentingan anak yatim (Q.S.Al-Ma’un), dan berbagai ayat yang lain, timbullah cemas beberapa sahabat Rasulullah saw yang memelihara anak yatim karena takut bercampur. Karena dari sangat kehati-hatian itu, memelihara anak yatim jadi tdak menyenangkan bahkan menakutkan. Maka ada di antara sahabat yang bertanya kepada Rasulullah saw, bagaimana sebaiknya memelihara anak yatim? Maka pertanyaan ini disuruh jawab oleh Allah: “Katakanlah, Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik”. Oleh sebab itu, atur sajalah pemeliharaan terhadap mereka dengan sebaik-baiknya, sebab dia itu bukan orang lain bagimu”.

Mereka hidup dan tinggal bersama kita. Makan dan minum juga dengan kita. Jangan sampai makan mereka dipisahkan. Jangan biarkan mereka memasak dan makan sendiri, karena itu adalah merendahkan dan menyisihkan mereka bukan menggauli. Kalau ada anakmu sendiri dalam rumah, pandanglah mereka sebagai anakmu, jangan ada perbedaan sikap, sebab malang nasibnya, ayah mati menyebabkan dia tinggal bersama kamu. Kalau ajalmu datang tiba-tiba, tentu nasib anakmu sama dengan nasib mereka. Kalau dia miskin dan kamu mampu, peliharalah dia dengan cara kemampuanmu. Kalau mereka miskin dan kamu pun miskin, moga-moga adanya dia dalam rumahmu akan membawa rezki kapadamu. Kalau kamu miskin dan anak yatim itu membawa kekayaan pusaka ayahnya, asal kamu pelihara dengan iman, tidaklah akan ada kecurangan (Al-Azhar.II: 251). Jika kamu memcampurkan makanan dan minumanmu dengan makanan dan minuman mereka, maka hal itu tidak apa-apa (Ibnu Katsir.I: 356).

Kadang-kadang dalam menjaga, memelihara dan mendidik mereka, kita menghadapi sedikit kesulitan dan keluhan. Masih ad akita dengan bahwa anak yatim itu “nakal dan susah diatur”. Namun demikian, teruslah berusaha mengerti dan memahami karena orang tua mereka yang mempunyai hak penuh terhadap mereka telah tiada. Jangankan anak yatim, anak-anak kita yang masih lengkap kedua orang tua, masih banyak sikap dan tingkah laku mereka yang tidak sesuai dengan yang kita harapkan. Apalagi anak yatim/piatu yang “pincang” orang memperhatikannya.
Memulyakan dan memperhatikan kehidupan mereka adalah kewajiban kita bersama. Sebuah kezalimanlah apabila kita membiarkan mereka dan memakan hak mereka dengan cara yang bathil.

Allah tidak sia-sia. Jangan takut dan cemas memelihara anak yatim dan mengurus harta mereka. Tetapi takutlah menguras harta anak yatim. Mengurus mereka dengan patut adalah sebuah kebaikan. Baik kebaikan di dunia maupun kebaikan di akhirat nanti. Oleh karena itu, mari kita tumbuhkembangkan GERPIYATU (Gerekan Peduli Yatin-Piatu).

Print Friendly, PDF & Email

Pos terkait