Mentreng.com | Dharmasraya – Putusan Pengadilan Negeri Pulau punjung dan putusan Mahkamah Agung R.I, diakui termohon. Itu diantaranya yang membuat terjadinya praperadilan yang putusannya ditangan hakim, Fajar Puji Sem bodo, S.H, Senin besok (25-11/2024).
Demikian antara lain dikatakan pengacara Sts.Dt.Rajo lndo, S.H, M.H. Sabtu (23/11) tentang gugatan/permohonan ganti kerugian yang digelar di Pengadilan Pulau punjung semenjak Juma’at tgl 15 yang lalu.
Ngateman putra Jawa kelahiran Lampung 18 April 1976 (48 th) itu. Semulanya ditangkap 5 Mei 2024 dengan tuduhan main judi di dalam kebun sawit di Timpeh, Dharmasraya pada 2 April lalu.
Proses persidangan di Pengadilan Negeri Pulau Punjung dalam perkara No.91/Pid.B/2023/PN.Plj. Ngateman di dampingi Pengacaranya dari Gurun Batusangkar. Ternyata simiskin yang buta huruf itu tidak terbukti bersalah dan dibebaskan dari segala dakwaan Jaksa. Kendatipun demikian Jaksa penuntut umum (JPU) Efriza Lasyersi, S.H mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung R.I.
Mahkamah Agung R.I, dengan putusannya No.1456 K/Pid/2023 menolak kasasi JPU itu. Atas inkrachtnya (dengan telah berkekuatan hukum tetap per karanya) putusan tersebut Ngateman yang terstigma sebagai narapidana merasa risih. Oleh Karena itu yang buta huruf itu minta dipulihkan nama baiknya dan diganti kerugiannya selama ditahan.
Untuk hal itu Ngateman yang dikenal sebagai orang yang buta hukum dibantu secara cuma-cuma oleh pengacara tersebut. Dalam gugatan/permohonannya Ngateman hanya minta ganti kerugian Rp.44. 550.000. (Empatpuluh empat juta, limara tus limapuluh ribu rupiah). Ganti kerugian itu termasuk penghasilannya yang hilang selama berada dalam penahanan.
Pekerja serabutan yang lebih dikenal sebagai pengumpul brondol sawit tersebut kini memang sudah dapat menghirup udara bebas. Namun yang menjadi pikiran baginya kerugian selama ditahan tidak bisa bekerja. Sementara minum makan serta biaya anak dan isterinya tetap berjalan dan tersiar pula sebagai narapidana atau sebagai orang rantai.
Disamping itu apakah simiskin ada hak menuntut menurut hukum yang berlaku. Apakah segala warga negara sama didepan hukum. Atau apakah hukum tajam ke bawah (**)