Zona Nyaman Kadinkes OKI Disorot, Bupati Muchendi Diminta Lakukan Evaluasi Total

Mentreng.com  |  OKI – Kepala Dinas Kesehatan baru-baru tengah menjadi atensi, Pengamat hukum nasional, Syarif Al Dhin. Ia mengingatkan pentingnya rotasi jabatan sebagai bagian dari prinsip check and balance dalam birokrasi.
.
“Masa jabatan yang terlalu panjang pada posisi strategis seperti Kadinkes OKI dapat membuka ruang penyimpangan dan menghambat inovasi pelayanan publik,” ujar Syarif saat dimintai pendapat.

Dalam konteks sistem pengawasan yang sehat, lamanya seorang pejabat memegang jabatan strategis tanpa rotasi adalah anomali. Ini berpotensi melahirkan jaringan birokrasi yang tertutup dan rawan manipulasi anggaran.

Lebih lanjut, Syarif Al Dhin, mengingatkan bahwa rotasi bukan sekadar kebijakan administratif, tapi bentuk nyata dari preventive action terhadap potensi korupsi di internal pemerintahan.

“Jabatan yang terlalu lama diduduki tanpa evaluasi atau rotasi dapat menciptakan ‘zona nyaman’ yang rawan terhadap praktik tidak transparan,” ujar Syarif.

Menurutnya Bupati memiliki tanggung jawab moral dan yuridis untuk memastikan bahwa setiap pejabat eselon bekerja dengan prinsip akuntabilitas, integritas, dan mampu menjaga kepercayaan publik.

“Bupati punya kewenangan penuh untuk mengevaluasi dan merotasi pejabat jika ada indikasi kemandekan, rendahnya inovasi pelayanan publik, atau bahkan dugaan pelanggaran etika dan hukum. Apalagi kalau muncul laporan dari masyarakat atau media, itu harus dijadikan sinyal untuk bertindak cepat,” imbuhnya.

Desakan evaluasi ini menjadi sinyal kuat bagi Pemerintah Kabupaten OKI bahwa akuntabilitas birokrasi tak boleh diabaikan. Evaluasi terhadap jabatan publik, terlebih yang menyangkut sektor vital seperti kesehatan, adalah langkah penting menjaga marwah pemerintahan yang bersih, transparan, dan dipercaya rakyat.

Pengamatpun berharap agar Bupati OKI tidak tinggal diam menghadapi kritik dan harapan publik ini. Sebab, dalam era demokrasi yang terbuka, akuntabilitas bukan sekadar jargon, melainkan tanggung jawab nyata untuk melayani dan melindungi kepentingan rakyat.

Prof. Dr. Beni Asril, SH., M.Hum, Guru Besar Hukum Administrasi Negara Universitas Sriwijaya, juga menyatakan bahwa evaluasi berkala terhadap pejabat publik merupakan implementasi prinsip due process dalam birokrasi. Ia menyebut, tidak adanya evaluasi atau mutasi jabatan dalam waktu yang lama bisa dianggap sebagai pembiaran administratif.

“Seorang kepala daerah yang tidak mengevaluasi kinerja pejabat dalam waktu lama, dapat dinilai gagal menjalankan fungsi kontrol internalnya,” tegas Prof. Beni.

Sementara itu, Dr. Liza Nuraini, SH., LL.M., dosen Hukum Tata Negara Universitas Lampung, menggarisbawahi bahwa dalam sistem desentralisasi, Bupati sebagai pemegang otoritas manajerial memiliki mandat langsung dari rakyat untuk menciptakan aparatur yang efektif dan bersih.

“Masyarakat tidak bisa menunggu terlalu lama. Bila ada gejala penyimpangan atau pelayanan publik stagnan, maka Bupati wajib mengambil langkah tegas—baik berupa evaluasi, mutasi, bahkan pencopotan,” ujarnya.

Dr. Arif Ramadhan, SH., M.Si., pengamat kebijakan publik dan reformasi birokrasi, menambahkan bahwa penyegaran pejabat adalah bentuk keberanian kepala daerah dalam menegakkan meritokrasi dan menghindari oligarki birokrasi.

“Birokrasi yang sehat harus terbuka, adaptif, dan dinamis. Jika satu jabatan strategis dikuasai terlalu lama oleh satu orang, itu adalah gejala dominasi kekuasaan yang tidak sehat,” jelasnya.

Desakan dari berbagai elemen masyarakat, insan pers, dan para pakar hukum ini menjadi sinyal kuat bagi Pemerintah Kabupaten OKI bahwa tidak ada ruang bagi stagnasi dan zona nyaman dalam pemerintahan yang modern.

Evaluasi jabatan tidak hanya menyangkut efektivitas pelayanan, tetapi juga menyangkut integritas sistem pemerintahan. Bupati Muchendi diingatkan agar segera mengambil langkah konkret demi menjaga kepercayaan publik dan memastikan prinsip transparansi serta akuntabilitas tetap menjadi roh birokrasi di Kabupaten OKI. (Tim/Red)

Pos terkait